Rabu, 21 Maret 2012

kesulitan belajar

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Sebagaimana yang kita lihat sekarang keadaan anak didik sepertinya kurang merespon atas apa yang mereka pelajari. Dan itu menyebabkan kemunduran kejiwaan atau perubahan perilaku yang cenderung menyimpang kearah yang negatif. Setiap anak memiliki kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda, begitu pula dengan kekurangan atau ketidakmampuannya. Berbagai kekurangan atau ketidakmampuan itulah yang menjadi masalah bagi kebanyakan siswa.
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Namun sayangnya ancaman, hambatan, dan gangguan dialami oleh anak didik tertentu, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Pada tingkat tertentu memang ada anak didik yang dapat mengatasi kesulitan belajarnya tanpa harus melibatkan orang lain tetapi pada kasus-kasus tertentu, karena anak didik belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya maka bantuan guru atau orang lain sangat diperlukan oleh anak didik.
Sebenarnya semua siswa membutuhkan seseorang yang dapat memahami serta menghargai kekurangan dan ketidak mampuannya, atau orang yang mampu memecahkan masalahnya itu. Karena sifat dasar anak berbeda-beda, baik tempramennya, gaya, sikap maupun emosinya. Begitu juga dengan siswa yang mengalami kesulitan belajar akan berbeda dengan anak normal lainnya dan begitu jelas. Dengan itu, kita sebagai calon pendidik dan pembimbing sekaligus orang tua mereka, harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak didik kita yang mempunyai kelemahan atau ketidakmampuan dalam belajar, dan bagaimana cara kita untuk mengetahui anak tersebut. Untuk itu akan dibahas tentang “Kesulitan Belajar”.

B.       Rumusan masalah

1.    Apakah pengertian kesulitan belajar?
2.    Bagaimana cara mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar?
3.    Bagaimana mengatasi kesulitan belajar?

C.      Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.    Menjelaskan pengertian kesulitan belajar.
2.    Mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar
3.    Amemberi alternatif mengatasi permasalahan kesulitan pembelajaran.




PEMBAHASAN

A.      Kesulitan Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, menurut Warkitri dalam Sugihartono (2007: 151) diantaranya:
1.    Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak diragukan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
2.    Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
3.    Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
4.    Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
5.    Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.


Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar menurut Moh. Surya dalam Sugihartono (2007: 154) antara lain:
1.    Menunjukkan adanya hasil belajar yang rendah.
2.    Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang telah dilakukan.
3.    Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya.
4.    Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar.
5.    Menunjukkan perilaku yang berkelainan.
6.    Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Menurut Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003: 96)Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: tujuan pendidikan; kedudukan dalam kelompok; tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan kepribadian.

1.    Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas

2.    Kedudukan dalam Kelompok

Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya.

3.    Perbandingan antara potensi dan prestasi

Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauh mana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

4.    Kepribadian

Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti: acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.

B.       Diagnosis kesulitan belajar

Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. Faktor–faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu: faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya. Faktor eksternal, seperti lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk di dalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Salah satu antisipasi pihak sekolah atau guru, harus memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan efesien, permasalah perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memperhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.

C.      Mengatasi Kesulitan Belajar

1.    Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a.    Identifikasi kasus

Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003: 97) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni:
1)   Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
2)   Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa.
3)   Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
4)   Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.

b.    Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek: jasmani dan kesehatan, diri pribadi, hubungan social, ekonomi dan keuangan, karier dan pekerjaan, pendidikan dan pelajaran, agama, nilai dan moral, hubungan muda-mudi, keadaan dan hubungan keluarga, dan waktu senggang.

c.    Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

d.   Evaluasi dan Follow Up

Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003: 99) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
1.    Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2.    Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3.    Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4.    Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5.    Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6.    Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
7.    Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha–usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

2.    Peran Orang Tua

Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Orang tua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi menyenangkan. Disini orang tua harus memperhatikan mood anak saat belajar, menyediakan ruang belajar dan komunikasi dengan anak.
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Analisis kesulitan pembelajaran dapat dilalui dengan identifikasi kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan belajar, melakukan bimbingan dan konseling belajar, dan peran orang tua dalam mengatasi kesulitan belajar.

B.       Saran
o   Pola belajar anak, sebaiknya dibentuk sejak usia dini.
o   Orang tua dianjurkan untuk tidak  membantu anak dengan cara mengambil alih tugas anak.




DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Maghfira Wijayanti. 2007. Alternatif Mengatasi Kesulitan Belajar, http://www.tujuhtujuhtiga.com/73/index.php?name=News&file=article&sid=50

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pres

Sri Rumini, dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP UNY

W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar