PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang kita lihat sekarang keadaan anak didik sepertinya kurang
merespon atas apa yang mereka pelajari. Dan itu menyebabkan kemunduran kejiwaan
atau perubahan perilaku yang cenderung
menyimpang kearah yang negatif. Setiap anak memiliki
kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda, begitu pula dengan kekurangan atau
ketidakmampuannya. Berbagai kekurangan atau ketidakmampuan itulah yang menjadi
masalah bagi kebanyakan siswa.
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap anak
didik jika mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman,
hambatan, dan gangguan. Namun sayangnya ancaman, hambatan, dan gangguan dialami
oleh anak didik tertentu, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar.
Pada tingkat tertentu memang ada anak didik yang dapat mengatasi kesulitan
belajarnya tanpa harus melibatkan orang lain tetapi pada kasus-kasus tertentu,
karena anak didik belum mampu mengatasi kesulitan belajarnya maka bantuan guru
atau orang lain sangat diperlukan oleh anak didik.
Sebenarnya semua siswa membutuhkan seseorang yang
dapat memahami serta menghargai kekurangan dan ketidak mampuannya, atau orang
yang mampu memecahkan masalahnya itu. Karena sifat dasar anak berbeda-beda,
baik tempramennya, gaya, sikap maupun emosinya. Begitu juga dengan siswa yang
mengalami kesulitan belajar akan berbeda dengan anak normal lainnya dan begitu
jelas. Dengan itu, kita sebagai calon pendidik dan pembimbing sekaligus orang
tua mereka, harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak didik kita
yang mempunyai kelemahan atau ketidakmampuan dalam belajar, dan bagaimana cara
kita untuk mengetahui anak tersebut. Untuk itu akan dibahas tentang “Kesulitan
Belajar”.
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian kesulitan belajar?
2.
Bagaimana
cara mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar?
3.
Bagaimana
mengatasi kesulitan belajar?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.
Menjelaskan
pengertian kesulitan belajar.
2.
Mengetahui
siswa yang mengalami kesulitan belajar
3.
Amemberi alternatif mengatasi permasalahan kesulitan pembelajaran.
PEMBAHASAN
A. Kesulitan Belajar
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan
dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan
belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi
lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai
kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis,
sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan
prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar
dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, menurut Warkitri dalam Sugihartono (2007: 151) diantaranya:
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya,
yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak diragukan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya.
2.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
3.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi
dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya.
4.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah.
5.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong
dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan
dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Beberapa
perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar menurut Moh. Surya dalam Sugihartono (2007: 154) antara lain:
1.
Menunjukkan adanya hasil belajar yang
rendah.
2.
Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang
telah dilakukan.
3.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas
kegiatan belajarnya.
4.
Menunjukkan sikap-sikap yang
tidak wajar.
5.
Menunjukkan perilaku yang
berkelainan.
6.
Menunjukkan gejala emosional
yang kurang wajar.
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan
menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria
sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas
dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Menurut Robinson dalam
Abin Syamsuddin Makmun (2003: 96) “Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan
belajar siswa: tujuan pendidikan; kedudukan dalam kelompok; tingkat pencapaian
hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan kepribadian”.
1. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen
pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan
pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan
guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target
tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan,
apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan
mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan
pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan
harus dirumuskan secara jelas
2. Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi
ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami
kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi
rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar
kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami
kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan
arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam
kelompoknya.
3. Perbandingan antara potensi dan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan
tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat.
Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi
belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah
cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan
membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat
memperkirakan sampai sejauh mana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya.
Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya
tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
4. Kepribadian
Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan
tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil
dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan
tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami
kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang
menyimpang dari seharusnya, seperti: acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering
membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan
sebagainya.
B. Diagnosis kesulitan belajar
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor
penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks
Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa,
bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. Faktor–faktor
yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu:
faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri,
seperti kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi,
sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya. Faktor eksternal, seperti lingkungan rumah,
lingkungan sekolah termasuk di dalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan
sejenisnya.
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang
untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang
lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan
belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang
diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang
merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses
belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa
kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga
menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Salah satu antisipasi pihak
sekolah atau guru, harus memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan
individual siswa tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan
menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan
efesien,
permasalah perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan
belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes
diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka
terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memperhatikan keadaan siswa
bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
C. Mengatasi Kesulitan Belajar
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu
siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur
bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa
yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003: 97) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni:
1)
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran
sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar
membutuhkan layanan bimbingan.
2)
Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa.
3)
Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke
arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Melakukan analisis
terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis
kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
4)
Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang
diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
b. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis,
karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek: jasmani dan
kesehatan, diri
pribadi,
hubungan social, ekonomi dan keuangan, karier dan pekerjaan, pendidikan dan pelajaran, agama, nilai dan moral, hubungan muda-mudi, keadaan dan hubungan keluarga, dan waktu senggang.
c. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya
masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam
kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan
bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun,
jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan
lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
d. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha
pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk
melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan
terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun
(2003: 99)
mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang
telah diberikan, yaitu apabila:
1.
Siswa telah menyadari (to be aware
of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2.
Siswa telah memahami (self
insight) permasalahan yang dihadapi.
3.
Siswa telah mulai menunjukkan
kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self
acceptance).
4.
Siswa telah menurun ketegangan
emosinya (emotion stress release).
5.
Siswa telah menurun penentangan
terhadap lingkungannya
6.
Siswa mulai menunjukkan
kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan
secara sehat dan rasional.
7.
Siswa telah menunjukkan
kemampuan melakukan usaha–usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah
diambilnya.
2. Peran Orang Tua
Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks
dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar
banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk
saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental
dan pembentukan karakternya. Orang tua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara
mengambil alih, tapi bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan
sendiri dalam situasi menyenangkan.
Disini orang tua harus memperhatikan mood anak saat belajar, menyediakan ruang
belajar dan komunikasi dengan anak.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap siswa dalam mencapai sukses
belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat
mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan,
sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Analisis
kesulitan pembelajaran dapat dilalui dengan identifikasi kesulitan belajar,
mengadakan diagnosis kesulitan belajar, melakukan bimbingan dan konseling
belajar, dan peran orang tua dalam mengatasi kesulitan belajar.
B.
Saran
o
Pola belajar anak, sebaiknya dibentuk sejak usia dini.
o
Orang tua dianjurkan untuk tidak membantu anak dengan cara mengambil alih tugas anak.
DAFTAR PUSTAKA
Abin
Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Maghfira Wijayanti. 2007.
Alternatif Mengatasi Kesulitan Belajar, http://www.tujuhtujuhtiga.com/73/index.php?name=News&file=article&sid=50
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pres
Sri Rumini, dkk. 1993. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UPP UNY
W. Gulo. 2005. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar